Rabu, 23 Maret 2011

sapu

Siapa sangka sapu menembak
Bulu anay tebar berantah
tolong hati kunjung tak sama
pinta ampun sepi di luar

tidak tau apa dikata
sapu lari terbengkalai
pojok lara tak kunjung reda
pinggir hati tiba merana

andaikan tau mereka
banyak baik dari sapu
patah kayu teredam sunyi
tunggu sadar seabad lagi

tiba sudah tersadar lara
balik hati yang terbengkalai
tak biasa orang terpana
sakit jiwa sapu merana

tak benar apa dikata
tentang sapu silih perangah
suka sapu siapa tau
tak tau tak mau tau

akhirnya tau nuansa
terpesona bajing terkapar
gunung hati tingkat perhati
bahagia lumuri nadi

baru kini engkau tersadar
banyak baik sapu terlandas
tapi apa mereka tau
sapu merana diterjang abu

roda

Alunan lagu nan membuai
ikat jiwa nun berderai
luruhi jiwa tergerai
menarik tak kan terkulai

Dengan tutu indahku
buai penontong terpaku
kunjung gigiti kuku
hanya duduk dan terpaku

Indahnya tari ini
hias sepatu bertali
melambai lengan hati
lentik indah terperi

Sudut-sudut dipatuk
tempo terlalu marak
dari semalam suntuk
jelmaan burung merak

Kunjungan yang berlalu
tinggallah ku terpaku
entah jadi benalu
atau dengan serdadu

Diapit tutu indahnya
tegak nun gayanya
sekat air matanya
sigap songsong paginya

Esok cerah terperi
tak buatan nun hati
walau turun sampai pagi
hari ini naik lagi

putaran

lempengan bunyi, berdentum bagai angin

merah laut mendendam angan

simfoni gelap penyayang cahaya

tidakkah ia berlari, memasuki kelebat angin

menemukan dirinya teruntai dalam kegelapan selamanya



Tak kunjung menemukan ujung jurang itu

pemisah antara dunia nyata dan angan

menolak kemerlap air untuk hatinya

tak bisa bicara lagi, ia telah mati

hatinya mati



tak ada yang tau, hanya berjalan

mencoba memisahkan perekat itu

merekatkan retakan itu

sama saja jadinya

kau hanya sampah



bayangkan saja rerumput awan menari

dan ia berdiri diatas jarum memanggul gunung

tak bisa

jangan sia-sia

hari ini tak tenang kembali



mau kau apa juga

tetap serahkanlah semua

jangan berlari di atas air

atau kau akan jatuh pada hampa

dan terbaring mati selamanya

benarkah?

Benarkah cinta itu pelangi?

Di saat semua orang pergi dan aku sendirian



Benarkah cinta itu abadi?

Di saat aku terbangun semuanya hilang



Benarkah Cinta itu mengalun?

Di saat aku terdiam sepi



Benarkah cinta itu indah?

Di saat semuanya rusak seperti ini



Benarkah cinta itu berharga?

ketika aku tak mempunyai apa-apa



Benarkah cinta itu akan datang?

disaat semuanya menghilang



Benarkah cinta di sini?

Aku sendirian di sini



Benarkah aku akan menemukan cinta?

Aku terkurung di sini



Benarkah cinta itu manis?

Cintaku terjatuh di reruntuhan



Benarkah cinta itu ada?

Apakan aku juga ada?



Tetapi, saat kau datang, aku tahu

semua itu benar



terimakasih...

pena

semena-mena
pena itu menulis semua tentangku
pena itu menggoreskan darah dari pelangi di mataku
pena itu semena-mena

aku tahu aku mengaturnya
tapi tetap saja
aku tak bisa mencegahnya
tinta-tinta manja

setiap detik pena itu menggores
menyayat lelaku kupu hati
jalan yang telah ditentukan
merantai semua harapan ini

sang pena
yang selalu mengurungku dalam tintanya
yang selalu mengunciku pada bulunya
lepaskan aku, aku ingin pulang

tapi pena itu egois
jika pena itu ingin terus menulis
akan terus menulis
sedangkan aku membusuk menjadi sampah

jika kau memang ingin mencari tinta darah
koreklah jantungku lalu biarkan aku pulang
tetapi kau sang pena egois
kau tetap mengurungku

jika kau memang tak mau melepaskan kunci itu
maka masukkan aku dalam tulisanmu
jadikan kulitku sebagai kertas
agar aku dapat selalu bersamamu